Selasa, 12 Februari 2013


Seperti pada umumnya, kuliah adalah proses pembelajaran tingkat lanjut di mana seseorang telah menentukan pilihan jurusan. Biasanya dalam pemilihan jurusan dilakukan berbagai pertimbangan, salah satunya minat dan bakat. Jika lulusan SMA memiliki kemampuan serta minat yang tinggi pada bidang tertentu, tak pelak ia akan langsng memilih. Lantas mengapa masih ada jurusan yang ditinggal calon mahasiswa lantaran takut pilihannya terkenal berprospek buruk? Bukankah semua akibat terletak pada pundak kita selaku peserta belajar. 

Di sisi lain mahasiswa dihadapkan pada pilihan antara idealis dan ketatnya persaingan di dunia kerja. Menjadikan IPK sebagai dewa di atas segala-galanya. Instansi manapun berlomba-lomba menyiduk tenaga kerja berdasarkan apa yang tertera di selembar kertas bernama ijazah. Membuat para lulusan dari PTN/PTS terkotak-kotak berdasarkan angka yang proses pembentukkannya tidak pernah ada transpransi sama sekali. Padahal keterampilan dan kepandaian seseorang tidak bisa dilihat dari segi angka. Terkadang pengalamanlah yang justru membawa dampak besar bagi kecakapan menyelesaikan masalah real dalam masyarakat. Tetapi apalah daya, birokrasi sudah membetot sedemikian rupa sehingga kita tak memiliki wajah untuk menyalurkan potensi diri kecuali dengan pengesahan tersistem. Hal ini sedikit banyak membelokkan niat dari belajar ke arah yang lebih spesifik alias dunia kerja.

Maka pertanyaan sederhana di atas seolah menohok perasaan ketika seorang mahasiswa ditodong tentang niat apa yang terlintas dalam benaknya. Sebagai manusia masa kini, apalagi dalam masa mencari jati diri, tentu ia akan dilema melontarkan jawaban. Apakah yang dijalani selama ini tulus demi mencari ilmu atau telah bergeser menjadi ajang gengsi-gengsian dalam meraih prestise.

“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" 
-Ki Hajar Dewantara-